Header Ads Widget

Header Ads

Menggali Inspirasi dan Strategi bagi UMKM Bertahan di Tengah Pandemi

*) Artikel ini terpilih sebagai runner up dalam Blog Competition Season 2 yang diselenggarakan oleh Masterweb.com

Menggali Inspirasi

Suatu hari menjelang malam, sekira satu minggu sebelum artikel ini ditulis, saya berkunjung ke salah satu kedai kopi favorit di tengah kota. Kunjungan saya bukan tanpa alasan, apalagi berseliweran di sebuah kota yang masih terhitung “Zona Merah” penyebaran COVID-19 ini, tentu memiliki risiko tersendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, meski new normal telah diberlakukan, saya memposisikan diri sebagai orang “moderat” yang - tidak paranoid, pun juga tidak sembrono dalam mengunjungi tempat yang berpotensi memunculkan kerumunan. Bukannya sok sehat, saya hanya ingin menyayangi tubuh saya sendiri – untuk tidak mengatakan – tak ingin pula membahayakan anggota keluarga di rumah. Untuk itu, saya musti pintar-pintar memilih ruang publik, di mana penerapan protokol kesehatan dan physical distancing menjadi prioritas. Demikian mungkin juga pembaca. Beruntung, kedai tersebut menerapkan keduanya. Saya paham betul dengan pemiliknya, kami telah saling mengenal sebelumnya. Sebagai pelaku UMKM tentu sang pemilik kedai tidak ingin tempat usahanya menjadi kluster baru penyebaran COVID-19. Maklum, virus ini terkenal “adil” dan tak pandang bulu dalam menginfeksi seseorang – tak bisa disuap – semua orang bisa kena. Demikianlah pandemi global ini dibarengi dengan perubahan sebagian besar perilaku konsumen, dan bisnis harus tetap berjalan.


Photo by JR Padlan on Unsplash

Jadi, kunjungan saya malam itu adalah untuk bertemu dengan salah seorang rekan praktisi UMKM di bidang kreatif, seorang game developer. Pertemuan saya dengannya bukan tanpa alasan; saya mengharapkan ia dapat menjadi keynote speaker dalam webinar yang sedianya diselenggarakan di akhir bulan – sekaligus kuliah tamu. Dengan dua cangkir kopi Robusta di atas meja, kami saling mengobrol mengenai pekerjaan masing-masing. Kepada saya ia mengatakan bahwa meski secara makro industri gaming dan e-sport tetap bisa menunjukkan pertumbuhan positif di tengah pandemi -hal itu- hanya dapat dirasakan oleh pengembang besar. Hal ini semisal game "Valthirian Arc: Hero School Story" produksi Agate, yang mampu meraih pemasukan sebesar 1 juta dolar AS selama pandemi. Ini tentu tidak lepas dari physical distancing yang demikian ketat diterapkan pada masa awal pandemi di beberapa negara, yang mendorong banyak orang mengonsumsi game. Tahun 2019 IESPL melansir bahwa Indonesia menduduki peringkat 12 di pasar gaming dunia, dengan player aktif 62,1 juta orang, senilai 1,04 Miliar Dollar AS. Sayangnya sebagian besar game yang dimainkan 62,1 juta orang Indonesia tersebut bukan game produksi pengembang game lokal. Meski data Asosiasi Game Indonesia (AGI) menunjukkan bahwa pertumbuhan pengembang game 10-20 % selama pandemi, bukan berarti semua studio pengembang game lokal merasakan hal yang sama.1 

Tak sedikit studio atau start up pengembang game lokal skala kecil hingga menengah mengalami stagnasi atau bahkan penurunan omzet selama pandemi. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari pembatalan kontrak kerja oleh pihak pertama, hingga kondisi internal organisasi. Hal ini dapat dipahami, karena sebagian studio pengembang game lokal skala kecil kerap menjadi “pihak ketiga” dalam sebuah proyek pengembangan game. Persis demikian kira-kira yang dialami oleh studio milik rekan saya itu. Hingga akhirnya ia harus melakukan diversifikasi produk dan jasa dalam bidang; pendidikan – pelatihan, dan bahkan diversifikasi usaha; toy photography!. Toy photography - bidang yang belum banyak dipahami kebanyakan orang sebagai kegiatan bisnis ini, meletakkan mainan sebagai objek foto, namun tidak bertujuan untuk mengambil foto mainan sebagai produk, melainkan menggunakan mainan untuk menyusun naras. Dengan perkataan lain, menjadikan mainan sebagai medium seni. Meski bukan genre fotografi yang paling menghasilkan profit terbanyak hari-hari ini, ia dan tim, berkat media sosial dan website, kerap mendapatkan banyak client dari beragam belahan dunia selama pandemi. Diversifikasi produk dan jasa ini – menurutnya –menjadikan studionya survive di masa pandemi, sampai hari ini. Apa yang ia lakukan, benar-benar menginspirasi saya malam itu. Selanjutnya dalam tulisan ini, saya akan mengelaborasi beberapa gagasan terkait diversifikasi produk, media sosial dan website sebagai strategi bagi UMKM bertahan di tengah pandemi.


Resesi : Bertahan atau Menyerang?

Dari sudut pandang ekonomi makro, UMKM memiliki peran yang sentral bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, UMKM juga memiliki andil besar dalam penyerapan tenaga kerja dan distribusi hasil-hasil pembangunan. Satu dekade terakhir, pertumbuhan UMKM mencapai 4,2%/tahun. Walhasil, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional mampu mencapai 50% lebih dalam 3 tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa UMKM merupakan penggerak utama perekonomian masyarakat dan elemen penting dalam melesatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun pandemi COVID-19 pada akhirnya memberikan dampak besar pada keberlangsungan bisnis UMKM. Di Jawa Timur misalnya, survei menunjukkan sebanyak 96% pelaku UMKM (terdiri dari 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku UMKM) mengaku sudah mengalami dampak negatif Covid-19. 75% di antaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan. Tidak hanya itu, 51% pelaku usaha meyakini kemungkinan besar bisnis yang dijalankan hanya akan bertahan satu hingga tiga bulan ke depan. 75% merasa tidak mengerti bagaimana membuat kebijakan di masa krisis. Sementara hanya 13% pelaku usaha yakin, mereka memiliki  rencana penanganan krisis dan menemukan solusi untuk bertahan. Awal September 2020, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun mengungkapkan bahwa dari jumlah total 63 juta UMKM di Indonesia, 30 juta diantaranya mengalami “kebangkrutan”. Tak pelak, ekonomi Indonesia mengalami konstraksi sebersar 5,32% pada kuartal kedua tahun 2020. Hal ini merupakan catatan terburuk semenjak 1999.2


Urgensi Bantuan untuk UMKM. Sumber : https://katadata.co.id/.
Licence :Creative Common Lisence

Hingga hari ini memang masih belum ada kepastian kapan pandemi ini berakhir. Dalam situasi krisis semacam ini – menurut saya – pelaku UMKM hendaknya menyadari tentang – dan mampu mengelola manajemen business cycle (siklus bisnis). Siklus bisnis ialah terulangnya pertumbahan dan juga resesi perekonomian suatu negara dalam periode tertentu, yang meliputi : 1) Puncak Siklus; 2) Resesi; 3) Palung; dan 4) Pemulihan. Jika bisnis berada pada periode puncak siklus di masa pandemi COVID-19, seperti makanan cepat saji, alat kesehatan, produk herbal dan kesehatan, agen pulsa, toko kebutuhan pokok, alat elektronik, retail perangkat komunikasi, jasa pendidikan, bengkel, atau jasa pembuatan website, agaknya – diperlukan strategi bertahan. Namun, jika kategori bisnis yang dijalankan merupakan jenis bisnis yang berada pada periode resesi atau bahkan palung (depresi terparah) di saat pandemi, maka diversifikasi produk dapat menjadi strategi yang paling masuk akal, sembari mempertahankan jenis bisnis semula. Seturut riset yang dilakukan oleh Asmini, dkk. terhadap upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi, kategori bisnis yang berada pada tahap resesi dan palung ialah bisnis MICE, pusat perbelanjaan, penjualan tiket, tempat hiburan, hospitality, transportasi, pariwisata, agen perjalanan, dan olah raga.3

Business Cycle. Sumber : https://commons.wikimedia.org/.
Licence : CC Attribution-Share Alike

Diversifikasi produk dipahami sebagai upaya untuk mencari dan mengembangkan produk atau pasar baru, untuk mengejar pertumbuhan dan peningkatan penjualan, profitabilitas, dan tentu saja fleksibilitas. Temuan-temuan utama dari survei usaha yang terdampak COVID-19 dari program ILO-SCORE Indonesia pada bulan Mei 2020, salah satunya menunjukkan bahwa; sementara permintaan konsumen anjlok di semua jenis produk dan jasa, sejumlah produk dan jasa mengalami peningkatan permintaan. Fakta yang ditemukan adalah; 5% perusahaan menerima permintaan yang lebih tinggi daripada saat pra-pandemi, serta mengalami peningkatan produksi. Satu dari lima (21%) perusahaan melakukan diversifikasi produk sebagai respons terhadap permintaan baru di masa pandemi.4  Sampai pada bulan September 2020, tercatat 16% UMKM dan 11% UMB (Usaha Menengah Besar) melakukan diversifikasi produk untuk bertahan.5  Dalam riset yang dilakukan Ulya mengenai alternatif strategi penanganan dampak ekonomi dari pandemi COVID-19; diversifikasi produk merupakan salah satu langkah memaksimalkan potensi sekaligus strategi bertahan bagi UMKM di masa pandemi COVID-19 – disamping – digitalisasi pemasaran, peningkatan kapasitas e-commerce, dan kemudahan akses permodalan.6  Demikianlah diversifikasi produk menjadi salah satu cara UMKM dalam bertahan di masa krisis seperti sekarang ini. Lalu, apakah bertahan menjadi satu-satunya cara yang dapat dilakukan? Bagaimana dengan “melancarkan serangan?”


“Menyerang” dengan E-Commerce, Media Sosial, dan Website

Perusahaan e-commerce enabler SIRCLO pada bulan Juni 2020 merilis hasil risetnya yang menyatakan bahwa; adanya pandemi justru mengakselerasi industri e-commerce di Indonesia. Dengan mencermati tren tersebut, mereka yakin akan terus tumbuh hingga 91%. Diperkirakan pula, kini telah ada 12 juta pengguna e-commerce baru semenjak pandemi, dan 40% diantaranya menyatakan berkomitmen untuk terus menggunakan e-commerce bahkan ketika pandemi berakhir.7  Sementara itu, MenkopUKM Teten Masduki menyatakan bahwa sejak awal pandemi COVID-19, terjadi kenaikan penjualan di e-commerce sebesar 26%, atau mencapai 3,1 juta transaksi per hari.8  Dengan demikian, tidak ada alasan bagi UMKM untuk tidak melakukan digitalitasi penjualan melalui e-commerce, baik B2B (business-to-business) maupun C2C (consumer-to-consumer). Seturut riset yang dilakukan oleh MarkPlus menujukkan bahwa e-commerce C2C yang paling populer digunakan, sebagaimana; Shopee (77%), diikuti Tokopedia (64%), Lazada (40%), Bukalapak (32%), JD.id (27%), dan Blibli (23%).9  Banyak manfaat yang diperoleh UMKM ketika menggunakan e-commerce C2C, diantaranya seperti feedback dari konsumen, review, rating, share dan juga rekomendasi satu konsumen kepada konsumen lain. Fitur yang mungkin menjadi cukup penting dalam platform e-commerce C2C adalah interaksi antara penjual dan dan pembeli baik pada pra maupun pasca-pembelian. Di samping itu, dalam e-commerce C2C UMKM dapat menjangkau pasar yang lebih luas, serta yang tidak kalah penting, sangat mungkin untuk melakukan observasi terhadap performa kompetitor secara terbuka.


Kolaborasi E-commerce, Media Sosial, dan Website untuk membentuk
kepercayaan konsumen di masa pandemi COVID-19. Sumber : Aditya Nirwana
Lisence : CC Attribution-Share Alike

Di samping B2B dan C2C e-commerce, media sosial dapat digunakan untuk menjalin engangement dengan konsumen maupun calon konsumen. Tidak ada salahnya untuk mulai membangun brand melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, atau Twitter. Penggunaan media sosial mampu meningkatkan kesadaran publik akan merk (brand awareness) UMKM. Nyaris separuh penduduk bumi ini menggunakan media sosial, dan dengan kata kunci (keyword, atau hastag) yang tepat maka akan terjangkau pula calon konsumen potensial baru. Hal ini dengan menimbang bahwa ternyata 60% pengguna Instagram menemukan produk baru dari kata kunci terpopuler.  Dengan media sosial pula, sebuah merk dapat tampil dengan lebih ‘humanis’, karena melalui media sosial nilai-nilai personal, idealisme, tujuan bisnis, atau emosi-emosi tertentu dapat disampaikan kepada calon konsumen melalui konten gambar, teks, atau materi audio visual. Jika interaksi yang terdapat pada e-commerce C2C lebih kepada interaksi penjual-pembeli dengan isu seputar produk; maka interaksi  pada media sosial lebih bersifat emosional dengan mengedepankan rasa empati. Melalui media sosial pula, pelaku UMKM dapat membuat sebuah konten yang menarik dan kontekstual, atau bahkan berkolaborasi dengan influencer. Media sosial – tentu – sebagaimana yang kita saksikan hari-hari ini, memiliki viralitas yang cukup tinggi.

Adanya platform e-commerce dan juga media sosial kerap membuat orang melupakan website. Padahal bagi UMKM berbasis jasa, website memiliki fungsi sentral sebagai pusat portofolio, dan mampu memuat informasi yang lengkap nan detail. Gambaran suatu perusahaan yang lengkap dengan profil yang utuh hanya dapat dilihat melalui website. Dalam fitur itulah website menjadi tak tergantikan baik oleh e-commerce C2C maupun media sosial. Dalam konteks pandemi COVID-19, website menjadi penting karena – pertama – ketika pusat penjualan fisik tutup, website menjadi semacam “etalase” digital yang mampu buka 24 jam per hari, bahkan tanpa karyawan. Ini penting, karena hal tersebut menandai kehadiran merk di tengah pandemi, yang menjadi kunci kelangsungan bisnis. Kedua, website menjalankan fungsi representasi bisnis di mesin pencari seperti Google atau Yahoo, atau situs-situs portal diskusi yang kerap me-review suatu produk atau jasa. Dengan SEO (Search Optimation Engine) yang tepat, semakin baik eksistensi bisnis di mesin pencari. Ketiga, website menjadi “back up” dari media sosial - dalam artian – membuat kegiatan pemasaran menjadi lebih mudah. Menjadi sesuatu yang tak ternilai ketika; media sosial dipertautkan kembali dengan website profesional yang memuat banyak informasi yang dibutuhkan calon konsumen.

Keempat, dengan website – berarti memastikan bahwa bisnis kita berada di “garis depan”, berlaga bersama para kompetitor. Hal ini juga berarti memastikan bisnis kita tetap “kompetitif”. Keempat hal di atas menjadikan website sangat relevan di masa pandemi -yang- dapat juga dikatakan sebagai upaya mendirikan sumber brand recognition bagi konsumen ataupun calon konsumen di masa pandemi. Oleh karena kemudahan registrasi dan penggunaan e-commerce C2C dan media sosial, tak sedikit praktisi UMKM menganggap website merupakan “barang mewah” yang mahal, sulit, dan rumit untuk dibuat. Hal tersebut mungkin benar di awal tahun 2000-an. Namun sekarang, hal tersebut sama sekali tidak benar. Salah satu penyedia domain, hosting, dan website builder terbaik MasterWeb, bahkan memasang tarif mulai dari Rp. 19.900/bulan. Kabar baiknya, MasterWeb kini menyediakan paket Hosting UMKM Plesk yang didukung dengan teknologi Cloud, gratis SSL, domain dan biaya setup. Paket ini tentu sangat cocok bagi pelaku UMKM yang ingin memulai maupun mengembangkan usaha. Dengan paket Web1menit yang dapat dicoba oleh secara gratis, memungkinkan praktisi UMKM memperoleh pengalaman mengelola website sendiri dengan mudah. Beragam kelebihan ini mengantarkan MasterWeb menjadi tidak hanya sebagai tempat beli domain dan hosting, namun juga website builder terbaik.

Demikianlah diversifikasi produk menjadi strategi defensif, dan e-commerce, media sosial, serta website sebagai medium dalam gerak ofensif di masa pandemi. Era new normal adalah era kebangkitan bagi UMKM Indonesia, dan sebagaimana kata pepatah yang kita semua sering dengar – “pertahanan terbaik adalah menyerang”.

Selamat berlaga!


Protected by Copyscape

Sebelum diunggah, telah dilakukan similiarity check terhadap artikel ini dengan menggunakan Plagiarism Checker dalam 1.980 kata, dengan hasil 4,8%. Hasil dapat dilihat di sini.

Posting Komentar

0 Komentar